Langsung ke konten utama

Black Panther Party : Organisasi Revolusioner Kulit Hitam


Pengantar
Wacana orang berkulit putih lebih superior dibandingkan orang berkulit hitam tentu tidak asing lagi ditengah masyarakat Barat, terutama Amerika Serikat. Rasa superioritas ini, menurut argumen penulis disebabkan oleh adanya anggapan bahwa orang berkulit hitam merupakan orang-orang yang mengalami keterbelakangan. Selain itu, orang berkulit hitam selalu diidentikkan dengan orang yang memiliki pekerjaan yang rendah (buruh, budak, dan sebagainya). Di Amerika Serikat khususnya, sentimen ras ini telah muncul sejak abad ke-17, dimana pihak selatan pada Perang Sipil Amerika Serikat menang dan mendukung perbudakan terhadap orang kulit hitam. Padahal jika dikaitkan dengan konteks agama, di Amerika Serikat dimana mayoritas penduduknya beragama kristiani, perbudakan adalah hal yang dilarang dalam ajaran gereja. Penindasan terhadap kaum kulit hitam meliputi hak sipil, hak politik, maupun hak sosial. Sebagai bentuk pertentangan, pada abad ke-20, berdiri organisasi kaum kulit hitam pertama bernama Black Panther Party. Namun, penulis beragumen bahwa gerakan ini tidak berhasil mengubah wacana diskriminatif dan membawa kesetaraan bagi kaum kulit hitam di Amerika Serikat, karena masih banyaknya kaum kulit pulih yang skeptis terhadap keberadaan kaum kulit hitam, sehingga tetap tidak dapat menyeimbangkan posisi dalam arena pengambilan keputusan.
Dalam membahas isu ini, penulis menggunakan konsepsi wilayah publik ganda dalam konsepsi wilayah publik dan wilayah privat yang dikemukakan oleh Nancy Fraser. Konsep wilayah publik ganda menjelaskan tentang bagaimana tindakan diskriminasi atau eksklusivitas akan mempengaruhi individu-individu yang dikucilkan membentuk ruang publik baru dan melakukan perlawanan. Dalam penulisan ini, penulis akan menjelaskan mengenai peran pemerintah Amerika Serikat dalam mengurangi sentimen ras. Penulis juga akan menjelaskan mengenai gerakan Black Panther yang melahirkan partai politik. Hasil dari penulisan ini akan memperlihatkan apakah gerakan Black Panther berhasil dalam mengubah wacana diskriminatif dan ketidaksetaraan. Pembahasan juga akan dikaitkan dengan konsep yang penulis gunakan dalam penulisan ini, sehingga pada bagian akhir akan menghasilkan suatu kesimpulan penulisan.


Konsep Wilayah Publik Ganda - Nancy Fraser
  Sebelum memahami konsep mengenai wilayah publik ganda, kita terlebih dahulu harus mengerti tentang konsep wilayah privat dan wilayah publik. Dalam buku “Kewarganegaraan: Tafsir, Tradisi, dan Isu-Isu Kontemporer” karya Nuri Soeseno, wilayah publik didefinisikan sebagai suatu wilayah dimana individu dapat berpartisipasi dalam komunitas serta wajib untuk menaati aturan-aturan yang berlaku, sebagaimana merupakan kesepakatan yang sudah disetujui bersama. Peran negara dalam mengintervensi kedalam wilayah publik ini penting, mengingat negara memiliki tanggung jawab untuk membuat seluruh warganya taat akan hukum yang berlaku serta menjamin tidak adanya kontrak yang dilanggar. Di sisi lain, wilayah privat dimaknai sebagai suatu wilayah dimana individu memiliki kebebasan dalam menentukan setiap tindakannya. Dalam wilayah privat, negara tidak memiliki hak dalam mengintervensi urusan warga negaranya. (Soeseno, 2010, pp. 129-13.
    Munculnya konsep wilayah publik ganda tidak terlepas dari kritik yang dilontarkan oleh Nancy Fraser terhadap pernyataan Habermas. Nancy Fraser berpendapat bahwa Habermas hanya melihat ruang publik sebagai wilayah yang tunggal saja (Soeseno, 2010, p. 131). Dalam jurnal berjudul “Rethinking the Public Sphere: A contribution to the Critique of Actually Existing Democracy” karya Nancy Fraser, dijelaskan bahwa konsep  wilayah publik tunggal milik Habermas seperti sebuah teater masyarakat modern, dimana komunikasi sebagai medium dalam membentuk partisipasi politik. Konsep ini menurut Fraser berbeda dengan konsep negara, ekonomi pasar, bahkan asosiasi demokratik (Fraser, 1990, p. 57). Menurut Fraser, jika dalam masyarakat hanya terdapat satu wilayah publik, maka wilayah tersebut akan didominasi oleh orang-orang yang memiliki hak istimewa (Privilege) walaupun adanya keterbukaan terhadap publik dalam mengakses wilayah publik (Soeseno, 2010, p. 131). Nancy Fraser menilai kelompok-kelompok sosial seperti perempuan, buruh, orang berkulit hitam, gay dan lesbian, akan mendapatkan keuntungan jika membentuk adanya wilayah publik tandingan, atau yang disebut Fraser sebagai subaltern counterpublics. Gagasan Fraser ini memiliki arti sebagai arena diskursif parallel dimana anggota-anggota dalam kelompok sosial subordinasi menciptakan dan mengedarkan berbagai diskursus yang pada akhirnya memungkinkan mereka untuk merumuskan interpretasi oposisi tentang identitas, kepentingan, dan kebutuhan mereka. Counterpublics ini menurut Fraser, hadir sebagai respons atas keekslusifan oleh kelompok dominan dan memperluas ruang diskursif. Hadirnya subaltern counterpublics sebagai wilayah tandingan atas wilayah publik yang dikuasai kelompok dominan, maka Fraser menyebutnya sebagai wilayah publik ganda. (Fraser, 1990, p. 67)


Pembahasan
          Sentimen rasial yang terus berkembang di Amerika Serikat sejak abad ke-17 hingga menemukan titik pencerahannya pada abad ke-19, dimana saat itu Presiden AS Abraham Lincoln (1809-1865) membuat adanya peraturan mengenai pembebasan perbudakan. Perkembangan penghapusan sentimen rasial ini terus dilakukan secara efektif, terutama pada masa pemerintahan Presiden Harry S. Truman yang membawa sejumlah transformasi mengenai keprihatinannya atas penegakan hak-hak sipil kaum Afrika-Amerika (Miscamble, 2008, p. 3). Sebagai respon terhadap perlakuan Truman, kaum kulit hitam pada akhirnya secara berani mendirikan Civil Right Movement pada tahun 1950 sampai 1960an, untuk menuntut hak kesetaraan bagi seluruh warganegara, baik berkulit putih maupun hitam. Keberanian ini menunjukkan adanya kebangkitan semangat “kesukuan” dari para kaum kulit hitam untuk memperoleh keadilan dan kesetaraan sebagai warganegara Amerika Serikat (Isaacs, 1993, p. 275). Meskipun undang-undang pada saat itu sudah dirancang dan disahkan untuk meringankan kehidupan kaum kulit hitam, namun tetap saja mereka masih mengalami kebrutalan, perumahan yang tidak layak, layanan sosial yang buruk, serta pengganguran yang banyak.
Menanggapi hal ini, pada Juni 1966, Stokely Carmichael membentuk suatu gerakan yang dinamakan The Black Power Movement. Gerakan ini kemudian melahirkan sebuah partai pada 15 Oktober 1966 bernama Black Panther Party, dipimpin oleh Bobby Seale dan Huey Newton. Ideologi yang ditawarkan oleh partai ini dapat dijabarkan menjadi empat tahap: black nationalism, revolutionary socialism, internationalism, dan intercommunalism (Berman, 2008, pp. 1-2). Tuntutan-tuntutan yang coba diperjuangkan dalam partai ini adalah (1) Keinginan akan kebebasan untuk menentukan arah tujuan mereka; (2) Keinginan untuk mendapatkan pekerjaan yang layak; (3) Keinginan untuk bebas dari kapitalis; (4) Keinginan untuk mendapatkan perumahan yang layak; (5) Keinginan untuk mendapatkan pendidikan yang setara; (6) Pembebasan kaum kulit hitam atas dinas militer; (7) Pengakhiran dari pembunuhan terhadap kaum kulit hitam; (8) Kebebasan hak politik bagi kaum kulit hitam untuk menduduki posisi strategis dalam pemerintahan; (9) Kesetaraan dalam tuntutan peradilan; serta (10) Keinginan terhadap tanah, roti, perumahan, pendidikan, pakaian, keadilan dan kedamaian, dan terbukanya arena pengambilan keputusan bagi kaum kulit hitam (Cannon, 1970, pp. 9-16).
Berdasarkan keterkaitan dengan konsep wilayah publik ganda, Black Panther Party-Movement ini dapat diklasifikasikan sebagai subaltern counterpublics. Hal ini tercermin dari pembentukan partai politik sebagai wadah penyalur kepentingan dan kebutuhan dari orang-orang kaum hitam yang masih merasa terdiskriminasi walaupun peraturan perundang-undangan Amerika Serikat sudah sedikit berpihak kepada mereka. Bentuk ketimpangan, ketidakadilan, dan ketidaksetaraan antara kaum kulit hitam terhadap kaum kulit putih ini membuktikan bahwa masih adanya hegemoni kaum kulit putih yang memiliki privilege dalam mendominasi arena pengambilan keputusan. Terbentuknya Parpol sebagai wilayah publik tandingan terhadap dominasi kaum kulit putih ini, digunakan untuk mengangkat isu, berdiskusi dan menganalisis isu, mengembangkan ide dan protes, melalui tuntutan-tuntutan kepada pemerintah. Tuntutan-tuntutan ini berhasil membawa perubahan, salah satunya terkait dengan kapitalisme dan rasisme. Pada Maret 1969, Presiden Nixon berhasil mendirikan Kantor Perusahaan Bisnis bagi Minoritas atau OMBE, hal ini bertujuan untuk mengembangkan kemampuan dan keadilan bagi kaum minoritas (kaum kulit hitam) dan meningkatkan keterlibatan dalam perusahaan-perusahaan swasta (Jeffries, 2002, p. 70). Walaupun partai ini aktif menyuarakan kampanye sosial terkait dengan kesetaraan dan keadilan, memberikan sarapan gratis untuk anak-anak, pengadaan klinik kesehatan, hingga melakukan gerakan afirmatif dengan memperkenalkan kulit hitam sebagai ikon kecantikan yang baru, partai politik revolusioner ini seringkali dianggap sebagai partai teroris. Pada tahun 1970-an, Black Panther Party melemah karena menjadi target FBI (Badan Intelegensi Amerika), dan dideklarasikan oleh FBI sebagai organisasi komunis juga menjadi musuh pemerintah Amerika Serikat (History.com Editors, 2017). Pada tahun 1982, organisasi kaum kulit hitam pertama ini akhirnya dibubarkan.


Kesimpulan
Gerakan Black Panther sebagai partai politik merupakan wujud wilayah publik tandingan  (subaltern counterpublics) dari dominasi kaum kulit putih dalam arena pengambilan keputusan, sehingga menghasilkan adanya wilayah publik ganda. Bentuk pengangkatan isu diskriminasi, ketidakadilan, dan ketidaksetaraan terhadap kaum kulit hitam, hingga tindakan protes yang dilakukan dapat dilihat melalui sepuluh tuntutan-tuntutan yang diperjuangkan. Walaupun salah satu tuntutan membawa keberhasilan yakni pembentukan perusahaan bisnis untuk kaum minoritas (kaum kulit hitam) dan meningkatkan keterlibatan pada perusahaan swasta, Partai Black Panther pada kenyataannya bubar pada tahun 1982. Hal ini mengindikasikan bahwa Black Panther merupakan partai yang gagal dan tidak berhasil membawa perubahan yang signifikan.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Meredefinisi Makna Keadilan

Tidak dapat dipungkiri bahwa keadilan merupakan konsep yang sering dielu-elukan dalam masyarakat Indonesia. Banyak isu sosial-politik di Indonesia yang dikaitkan dengan isu keadilan. Ada yang mendefinisikan “keadilan” sebagai tindakan atau perlakuan yang sama. Tetapi, ada pula yang memaknai “keadilan” sebagai hal yang mustahil terutama bagi kalangan rakyat tanpa privilege . Konsep “keadilan” pertama kali dikemukakan oleh filosofis Yunani bernama Plato (427-347 SM). Menurutnya, keadilan adalah saat individu dapat membatasi dirinya sendiri dan disesuaikan dengan kemampuannya. Plato juga menjelaskan bahwa untuk mewujudkan keadilan terdapat tiga syarat penting, yakni pertama, mengembalikan masyarakat ke struktur aslinya. Artinya yaitu mengembalikan masyarakat sesuai dengan kewajiban suatu pekerjaan yang ia laksanakan. Kedua , pengawasan terhadap fungsi struktur masyarakat oleh negara. Maksudnya bahwa keadilan juga merupakan hubungan antara individu dan negara, sehingga negara bertu...

Politik Lingkungan: Penyelesaian Permasalahan Sektor Kehutanan pada Era Orde Baru

              Sebagaimana kita ketahui bahwa Era Orde Baru tidak pernah luput dari dinamika ekonomi politik serta perilaku otoritarianisme Soeharto yang mampu mengurung kelompok oposisi dan masyarakat kedalam “kandang singa”. Bukan hal yang baru jika berbagai undang-undang di Era Orde Baru mampu memberikan sebuah tanda tanya besar, mengenai apa yang sebenarnya ingin Soeharto capai. Berkaca pada Era Demokrasi Liberal dan Terpimpin yang nyatanya membawa kerugian materiil bagi negara, Soeharto, dalam hal ini mencoba untuk memulihkan kondisi keuangan negara melalui ketatnya peran pemerintah.                 Pemulihan kondisi keuangan negara pada Era Orde Baru ditandai dengan dikeluarkannya program “Paradigma Pembangunan Ekonomi”. Dalam hal ini, pihak yang ditunjuk dan dipercaya oleh Soeharto adalah para teknokrat yang berasal dari Universitas Berkeley. Mereka lalu dinamakan ...